Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018
Rindu bukan lagi jarak, bukan lagi tentang waktu. Tapi rindu adalah kesempatan— tanpa titik.
Kau takkan pernah menangis sendirian, sejurang apapun dukamu, kusediakan bagimu bahuku sebagai gunung, laut dan pepohonan teduh. Serta selembar sajak untuk menyimpan tangisku.
Malam mulai gempita Bala aksara kembali bersuara Atas rindu yang berujung pada lara/cinta Akankah berakhir dengan bahagia?
Sebab hujan lebih mengerti. Kapan ia harus mengasihi, Kapan pula ia harus menyudahi.
aku mencintaimu seperti pohon di hutan yang selalu saja meneduhkan walau teriknya matahari yang selalu saja membuatmu tertatih aku siap jadi tempat peristirahatanmu walau ku tahu, kau akan pergi semoga waktu memberhentikan detik agar bisa lebih lama ku menjagamu hingga sampai pada ujung usiaku kau akan mengerti, tentang arti sebuah kehilangan
Langit mendung, hati berkabung. Angan melambung, mengingatkan pada hati yang tak lagi terhubung.
Berlarilah kemanapun kau mau, Aku tidak akan mencarimu. Jika kau adalah takdirku, Ragaku adalah tujuan pulang atas pelarianmu.
Ucapkanlah selamat datang kepada orang-orang yang telah kembali
Beberapa orang memilih untuk pergi ke tempat paling sunyi, sebab ia mengerti, hanya dengan cara itu ia dapat menemukan diri.
Karena indah senja yang kini telah berlalu, takkan berlaku bila rasa rindu itu masih membelenggu.
Mungkin untuk bernafas aku masih bisa meski tanpamu. Tapi, jika aku kau lepas, aku tak tahu.
Segala tentangmu adalah alasan kenapa luka selalu terbuka, mendung selalu di muka, dan hujan selalu di mata.
Kita tahu, kita lebih teduh dari indahnya senja, lebih memerah dari rekahnya jingga. Namun kita juga tahu, adanya kita hanya sebagai perantara antara rindu dan air mata.